Surga
Celetuk seorang teman ketika kami berenam masih bersama di kontrakan yang begitu sarat kenangan, "Ibunya baik banget, sampe anak-anak geng-ku ndoain ibunya masuk surga".
Singkat cerita, di deretan seberang Kopma UIN terdapat warung kecil berwarna biru. Penjualnya pasangan suami istri yang tampak berusia lebih dari 60 tahun. Jika berkendara di jalan─yang umum kami sebut Sapen, tidak terlampau kentara warungnya. Sungguh, bahkan tidak tampak etalase warung makan yang umumnya terdapat lauk-pauk menjulang. Hanya lele lauk paling mewah di sana. Selebihnya bisa dikatakan tiga, atau mungkin hanya dua lauk lain: gorengan, telur dadar, dan telur ceplok.
Bagaimana dengan sayur? Nasibnya sama seperti lauk. Sepi. Si sayur hampir tidak bisa saling mengejek sayur mana yang lebih laris, mana yang masih hangat, mana yang menemani warung sampai tutup. Untuk yang terakhir disebut, di warung makan lain biasanya jangan godhong kates (sayur daun pepaya) atau mungkin sayur rebusan toge.
Bagaimana si sayur mau mencemooh satu sama lain, lha wong hanya tersedia dan selalu kangkung, jipang, bakmi setiap harinya. Entah bakmi masuk kategori lauk atau sayur. Tertarik? Mungkin tidak untuk kamu yang mencari lauk enak. Namun bagi mahasiswa sekitar kampus yang sering menyuarakan penurunan UKT, warung Ibu Telur─begitu kami menyebutnya, adalah surga.
Bagaimana tidak, harga nasi plus sayur plus lauk─yang sempat kusinggung paling mewah, hanya 7.000 rupiah. Padahal umumnya di lesehan atau penyetan, nasi lele dengan bonus timun dan kemangi mencapai harga 9.000-12.000. Kepo dengan harga menu lainnya? Nasi telur, yang menjadi lauk langgananku satu level dibawahnya, yaitu 6.000. Sudah bisa ditebak untuk menu paket gorengan. Yap, 5.000 rupiah dengan isi 3 gorengan!
Masih kurang murah? Coba boleh kalian berbagi di kolom komentar, sarapan "nasi plus sayur plus lauk" termurah yang pernah kalian makan. Inget, menu sarapan loh ya. Bisa saja menyebut angkringan untuk menu murah meriah, namun umumnya angkringan baru buka siang atau sore hari. Jarang ada menu sarapan paket komplit yang murah semacam itu. Paling-paling jajanan pasar yang bisa merogoh kocek lebih murah, tapi ndak komplit nasi plus sayur plus lauk, ya kan? Mungkin, bisa menyebut nasi kuning dengan bungkus mika yang sering ada di lapak penjual jajanan pasar. Sebutlah harga 3.500 untuk porsi kecil, yang ndak ada kenyang-kenyangnya. Atau ukuran yang lebih besar dengan harga 6.000. Jatuhnya sama bukan?
Tak ayal, dengan kemurahan makanan dan kemurahan hati beliau, ada yang mendoakan penjual di warung biru tersebut, kelak akan mendapat ganjaran yang layak, Surga.
Cukup sesi promosi Warung Ibu Telur. Kalau mau menyebut jajanan lain, sungguh aku terpana dengan kesederhanaan daerah Sapen-UIN ini. Mau disebut surga makanan murah juga boleh lah. Seringkali kita berpatok, "ada harga, ada rupa". Boleh ku bertaruh, hukum itu tidak berlaku. Karena di sini, dengan harga murah kalian bisa mendapat makanan mewah!
Angkringan, yang seringkali menggambarkan Jogja banget nih. Seumur-umur aku hidup di Jogja atau DI.Yogyakarta lebih tepatnya, aku tidak pernah berekspektasi tinggi terhadap menu angkringan. Nasi yang ku akui butuh 2 bungkus untuk bisa disebut "seporsiku", dengan lauk yang minimalis. Tambahan toping seperti gorengan, sate telur puyuh, sate ati-rempelo, sate usus, sate keong, baceman ceker, tahu mercon, juga bisa jadi pelengkap. Tapi yha kalau mau super hemat, cukup beli nasinya saja ehehe.
Kembali ke aku yang lagi-lagi kukatakan tidak pernah berekspektasi tinggi kepada bungkusan sego kuceng. Kurang lebih sekitar 1,5-2 tahun lalu, saat pertama mengukuhkan diri sebagai jama'ah Sapeniyah alias saat aku mulai menjadi warga Sapen. Aku cukup terkejut dan melongo lama melihat bungkusan seharga 2.000 rupiah berisikan teri nan gemuk, terhitung 6 ekor ikan teri (selama hidup, aku menjumpai angkringan paling murah hati menaruuh 3 ekor ikan teri) dengan sambel melimpah menutupi gundukan nasi kucing yang pulen. Sudah tampak seperti gunung berapi sewaktu erupsi. Agak lebay sih ini. Tapi yang jelas, begitu adanya. Bukan cuman teri, teori lauk menumpuk dalam sego kuceng UIN ini berlaku pula untuk oseng. Bahkan ada yang dibubuhi bakmi dan irisan telur. Untuk nasi pindang tak kalah muantabnya. Hampir aku menduga, sang juragan angkringan kelewat baik hati dan menaruh ikan sarden ABC, bukan sekadar pidang biasa.
Barangkali kurang adoh le ku dolan, alias kurang jauh zona bermainku, sampai-sampai aku menobatkan angkringan sekitar UIN jadi yang ter-debeesttt!! Rego wani ditanding, roso wani diduding (harga berani ditandingkan, rasa berani ditunjuk). Ya kalau memang ada tandingannya, esok ajaklah aku kulineran angkringan.
Masih ada menu makanan di sekitar UIN yang soal harga membuatku lumaya ber-woh-woh ria. Lesehan UNIQ (aku lupa persis tulisannya), Ayam Geprek Ibu Rel Kereta, juga Mie Ayam Ceker Pak Wah. Namun lain waktu saja lah reviewnya, bisa-bisa panjang tulisan ini menyaingi skripsi.
![]() |
Mie Ayam Ceker Pak Wah :) |
Menutup tulisan ini, aku berguman, jikalau aku artis tiktok ataupun kober membuat thread "Jajanan Murmer" di twitter, kujamin akan mendadak viral. Tapi, bagus-lah dengan aku yang bukan siapa-siapa. Bahaya tenar, malah jadi ngantri kalau aku mau sarapan telur dadar murah meriah :P
Komentar